Pages

Rabu, 06 September 2017

PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN MASJID DARUSSYAKIRIN 1438 HIJRIYAH

Antusias umat Islam di Komplek Griya Husada, Desa Sungai Raya Dalam cukup besar dalam setiap pelaksanaan  Idul Adha.
Remaja masjid juga turut berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Sebanyak 7 ekor sapi dan 4 ekor kambing berhasil dikumpulkan Panitia Kurban Masjid Darussyakirin, Komplek Griya Husada, Desa Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya pada 1438 Hijriyah.

Donatur tidak hanya warga Komplek Griya Husada tetapi juga warga di luar komplek.
Ketua Takmir Masjid Darussyakirin, Abu Bakar A.R mengatakan, seperti halnya tahun-tahun lalu persiapan Idul Adha cukup matang.  “Hewan kurban sapi seharga Rp2.500.000,- perekor perorang”, katanya.
Sedangkan kambing dibawa oleh masing-masing warga yang akan berkurban.

Daging sapi dan daging kambing dengan jumlah lebih dari 400 kantong plastik ini selanjutnya dibagikan kepada warga baik yang tinggal di komplek maupun di luar komplek.

Kepala Desa Sungai Raya Dalam, Khairil Anwar, S.H. yang meninjau langsung penyembelihan hewan kurban ini mengatakan, partisipasi umat Islam dalam berkurban cukup besar.
Apalagi, pihaknya sudah memberikan arahan agar warga mudah melaksanakan ibadah kurban.
“Tahun depan diharapkan jumlahnya meningkat”, pintanya.

Penyembelihan hewan kurban di Masjid Darussyakirin, Komplek Griya Husada, Desa Sungai Raya Dalam tahun ini berbeda dengan tahun-tahun lalu.
Tahun ini, masjid tersebut memiliki tempat yang lebih layak untuk menyembelih hewan kurban.
Tempat ini juga digunakan sebagai lahan parkir yang dananya berasal dari infaq warga.

==================================================================

Sabtu, 02 September 2017

MEMAKNAI ARTI QURBAN

MEMAKNAI ARTI QURBAN 

Oleh      : Eltin Yunaidar, M. Pd. I
Pada     : Khutbah Idul Adha 1438 Hijriyah
Tempat  : Masjid Darussyakirin, Komplek Griya Husada, Desa Sei Raya Dalam,
               Kec. Sei Raya, Kab. Kubu Raya

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا اله الا الله الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
الحمد لله الذى جعل هذا اليوم من أعظم الأيّام ضيافة للأنام وجعله من شعاءر الإسلام.
اشهد ان لاإله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أنّ سيّدنا محمدا عبده ورسوله خاتم النّبيّين رحمة للـمؤمنين وحجّة للجاهدين. اللهمّ صليّ على سيّدنا محمد صلى الله عليه فى الأوّلين والآخرين وعلى آله والطّيّبين الطّاهرين وسلّم تسليمًا كثيرا.
أمّا بعد، ايّها النّاس أوصيكم ونفسي بتقوى الله وكونوا مع الصّادقين والـمخلصين. إعلموا أنّ هذا اليوم يوم عظيم لقد سرّفه الله بالتّضحيّة لقوله تعالى: إنّا أعطيناك الكوثر، فصلّ لربّك وانحــر، إنّ شانئك هو الأبتر. (الكوثر:1-3)

Ikhwân al-Muslimîn jama’ah ‘Id al-Adha rahimakumullah
Dalam suasana gembira merayakan hari raya ‘iedul adha, kita semua kembali berkumpul bersama-sama di tempat ini melantunkan takbir dan tahmid sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih kita kehadirat Allah Swt, Kita mengagungkan dan memuji asma Allah, Tuhan yang Maha Agung lagi Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
الله اكبر ، الله اكبر ، الله اكبر، أكبر و لله الحمد
Dengan menghayati kalimat takbir dan tahmid ini akan tehunjam pengertian dan pemahaman ke relung hati kita masing-masing yang lebih dalam betapa kecil dan kerdilnya kita sebagai manusia berhadapan dengan kebesaran serta kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, kearogansian, kesombongan, kepongahan, ketakaburran yang disebabkan oleh kekuasaan, jabatan, kedudukan dan harta, kita campakkan. Sebab, semuanya itu semu serta tidak abadi sama dengan kefanaan alam termasuk di dalamnya manusia itu sendiri yang kedudukannya sebagai elemen terkecil dari seluruh sistem alam.
Marilah kita membuka mata, telinga dan hati kita, menyaksikan salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, sekaligus satu perumpamaan yang sangat besar. Marilah kita melihat bagaimana umat Islam yang telah kembali kepada fitrahnya menuju ke tempat dilaksanakannya Salat ‘Id seraya mengingat akan suatu hari di mana semua manusia sejak Nabi Adam as. hingga manusia yang terakhir diciptakan Allah akan dikumpulkan pada suatu hari yang oleh Allah di dalam al-Qur’ân disebut yawmun lâ yanfa’ mâl walâ banun, illa man atâ Allah bi qalb salîm (hari yang ketika harta dan anak-anak tidak memberi manfaat lagi, kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang tenang).
الله أكبر، الله أكبر، أكبر ولله الحمد
Hari ini adalah hari yang teristimewa, dimana Allah Swt, menamakannya sebagai hari raya haji atau hari raya qurban. Karena pada saat ini, jutaan umat Islam yang berasal dari seluruh penjuru dunia sedang lebur dan tenggelam dalam melaksanakan ibadah haji dengan mengumandangkan takbir dan talbiyah silih berganti. Beriringan dengan itu sangat elok pula kita turut mendoakan jamaah haji seluruh dunia di tanah suci sana semoga sehat kuat dan mencapai haji Mabrur, laisa mabruran illal jannah. Khususnya bagi orang tua kami, sahabat dan kerabat kita semua yang diberi Allah kesempatan hadir di sana.
Dan pada hari ini pula, kita mengenang peristiwa sejarah yang agung melibatkan dua tokoh besar, dua orang rasul Allah yang tetap akan dikenang sepanjang zaman.
Setiap kali kita merayakan Id Adha, pasti kita akan kembali mengenang sejarah peristiwa berqurban yang telah dilakoni oleh dua hamba Allah yang ikhlas melaksanakan perintah Tuhan seperti yang terlukis dan terpahat dalam satu rangkuman ayat yang amat sangat indah bahasanya di dalam al-Qur’an. Dimana dilukiskan dalam suatu dialog interaktif antara Nabi Ibrahim a.s. dengan anaknya Nabi Ismail a.s, ditugaskan untuk mengurbankan putra kesayangannya.
Ketika Nabi Ismail a.s, menginjak usia remaja (kallolo campedda), sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim a.s, mendapat perintah langsung dari Allah lewat mimpi yang benar bahwa ia harus mengurbankan Ismail putra kesayangannya. Nabi Ibrahim a.s, duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi.
Dapat kita bayangkan sendiri, bagaimana kegembiraan hati sang ayah yang telah lama mendambakan generasi pengganti dirinya dari sekian tahun lamanya, dan bagaimana tingkat kecintaannya terhadap putra tunggal, anak kandung sibiran tulang, cahaya mata, pelepas rindu, tiba-tiba harus dijadikan qurban, merenggut nyawa anaknya oleh tangan ayahnya sendiri.
Tentu, suatu konflik batin yang bergejolak yang tejadi pada diri Nabi Ibrahim antara kecintaan kepada anak dan ketaatan memenuhi perintah ilahi. Namun, cintanya kepada Allah jauh lebih besar dan lebih di atas daripada cintanaya kepada anak, isteri, harta benda dan materi kedunian lainnya.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim a.s, jauh lebih memilih perintah Allah yang diwahyukan lewat mimpi yang benar, tanpa memperhitungkan serta memperdulikan kosekuensi bakal apa yang akan terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan perintah itu.Untuk melaksanakan perintah itu, Nabi Ibrahim a.s, mengajuk hati putranya dengan mengadakan dialog sebagai bentuk komunikasi efektif antara sang ayah dengan anak dalam rangka mendidik serta membina hubungan yang baik yang ditata oleh suatu ikatan batin kasih sayang, ketaatan dan kepatuhan.
Dalam dialognya seperti yang dilukiskan dalam bahasa yang sangat indah dan menyejukkan di dalam al-Qur’an:
يآبنيّ إنّى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى
“Wahai anak kandungku, sibiran tulang cahaya mata dan buah hatiku!, sesungguhnya ayah melihat dalam mimpi bahwa saya akan menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa yang akan menjadi keputusanmu”.
Ismail sebagai anak yang soleh, patuh dan taat kepada orang tua yang melahirkan dan membesarkannya, sepontanitas menjawab:
يأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شآء الله من الصّابرين

“Wahai ayahku yang tercinta, laksanakanlah apa yang telah Allah perintahkan kepadamu. Insya Allah, ayahanda akan menyaksikan sendiri bahwa ananda sabar serta tabah menghadapi ujian itu”.
Dalam suasana peristiwa yang sangat mengharukan itu, dan detik-detik yang amat menegangkan, sebagaimana yang kita maklumi bersama bahwa bukanlah Ismail yang tersembelih, karena dengan kekuasaan dan kasih sayang Allah, tiba-tiba Ia mengganti dengan seekor kibas besar yang dibawa oleh malaikat, seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an:
وفد ينه بذبح عظيم
“Dan Kami tebus dia yaitu Ismail dengan suatu sembelihan yang besar”.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Hadirin dan hadirat jama’ah id rahimakumullah.
Demikianlah prolog sejarah berqurban, maka sebagai epilog dari peristiwa penting itu, Allah Swt, mensyariatkan umat ini bagi orang yang mampu supaya melaksanakan qurban setahun sekali pada hari raya idul adha.
Berqurban mempunyai dan memiliki makna yang bernilai mulia, bilamana makna essensi (hakikat) berqurban itu dapat kita tangkap dengan baik. Jadi, berqurban bukanlah sekedar ritual tanpa makna, atau teradisi tanpa arti. Berqurban, harus mampu menggugah perasaan pelakunya untuk menghayati apa yang tersirat di balik yang tersurat dari pelaksanaan ritual tersebut.
Menurut pandangan Ali Syariati terhadap peristiwa qurban Ismail mengandung makna yang sifatnya simbolistik. Pada dasarnya semua orang bisa saja berperan sebagai Ibrahim yang memiliki Ismail. Ismail yang kita miliki dapat berwujud sebagai anak, isteri yang cantik, harta benda yang banyak, pangkat, kedudukan yang tinggi, pendeknya segala apa yang kita cintai, yang kita dambakan, yang kita kejar-kejar dengan rela mempertaruhkan semua yang kita miliki.
Ismail-ismail yang kita miliki itu, kadang dan bahkan tidak sedikit membuat kita terlena dan lalai serta terbuai dari gemerlapan duniawi yang menyebabkan melanggar ketentuan moral, etika dan agama, sehingga sulit kembali mengingat Allah swt.Oleh karena itu, berperanlah sebagai Ibrahim untuk dapat menaklukkan Ismail-Ismail itu.
Janganlah kita dibelenggu oleh apa-apa di dunia ini. Janganlah kita dipalingkan dari Tuhan oleh hal-hal yang pada hakikatnya bersifat semu dan tidak abadi. Kita boleh memiliki apa saja di dunia ini, asalkan halal.
Boleh saja kita memiliki uang bermilyar-milyar banyaknya asal tidak menipu dan menyengsarakan orang lain. Bahkan lebih dari itu kita boleh menguasai dunia ini asal tahu batas kemampuan kita. Akan tetapi jangan sekali-kali dunia yang kita cintai ini menjadikan dan membiarkan kita terbuai dan terlena sehingga lupa hakikat diri kita sebagai makhluk yang beriman kepada Allah swt. dan sebagai manusia yang beraqidah.
Apa yang digelar Nabi Ibrahim as. di dalam panggung sejarah peradaban manusia adalah mengurbankan anaknya secara manusiawi yang menurut naluri dan pikiran orang biasa bahwa tugas itu adalah sesuatu yang amat sulit diterima; akan tetapi buat keluarga Nabi Ibrahim as. hal itu adalah suatu kebahagiaan dan kemuliaan.
Keluarga Nabi Ibrahim as.justru menyambut tugas itu dengan suka cita lantaran berkesempatan mengorbankan sesuatu yang paling berharga bagi dirinya untuk Allah swt., sebagaimana firman Allah dl QS. Ali Imran (3): 92
لن تنالوا البرّ حتّى تنفقوا مما تحبون
“Dan tidak dianggap membuat kebajikan seseorang di antara kalian sampai kamu menginfaqkan apa yang kalian cintai.”
Rasa suka cita yang dialami oleh keluarga Nabi Ibrahim as. untuk berkorban dilandasi atas pemahaman yang benar tentang nilai-nilai kehidupan. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini: anak, isteri, harta, pangkat dan jabatan semuanya datang dari Allah dan pasti akan kembali kepada Allah. Oleh sebab itu, bagaimana pun modelnya perintah Allah harus dilaksanakan sebaik-baiknya tanpa melihat untung dan rugi, enak tidak enak, mudah dan sulit, maupun berat dan ringannya.
Sikap yang seperti inilah yang menunjukkan jati diri Nabi Ibrahim as. sehingga dianugerahi oleh Allah sebagai imam, pemimpin, teladan dan idola. Kehormatan tersebut tidak mungkin diraih tanpa Nabi Ibrahim as. didampingi oleh isteri yang salihah dan anak yang saleh, seperti dilukiskan dalam QS. Al-Baqarah (2): 124
وإذ بتلى أبراهيم ربّه بكلمت فاتمّهنّ ، قال إنّى جاعلك للنّأس إماما، قال ومن ذرّيتى، قال لاينال عهدى الظّلمين
“Perhatikanlah ketika Allah menguji Ibrahim, dengan berbagai kalimat perintah dan harapan, maka semuanya dapat diselesaikan dengan sempurna. Maka Allah berfirman: Sesunggunya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia, Ibrahim berkata: dan saya mohon juga buat keturunanku. Allah berfirman: Janjiku ini tidak mengenai orang-orang yang zalim”

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Pada zaman modern yang sofisticated dan canggih ini, atau zaman yang akhir-akhir ini oleh masyarakat Indonesia dinamakan lagi sebagai zaman reformasi, tampak jelas dan tidak terbantahkan bahwa logika lingkungan cinta duniawi telah merebak dan mewabah mencemari perilaku hidup dan kehidupan manusia, di mana manusia dipandang sebagai obyek, bukan sebagai subyek.
Kadar dan nilai manusia ditentukan seberapa jauh nilai materi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya nilai kehormatan manusia tergantung dari lebel-lebel keduniaan yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Maka wajarlah jika manusia zaman sekarang ini merasa asing bahkan bingung hidup di atas bumi yang melahirkannya.
Masyarakat modern dewasa ini menurut Rosspoole, seorang cendekiawan Barat asal Inggris, adalah masyarakat yang sakit, karena di satu pihak ia membutuhkan moralitas spritual (moral agama), tapi di pihak lain ia membuat moralitas itu mustahil, tidak ada. Maka yang terjadi adalah dunia modern memunculkan pemahaman-pemahaman tertentu tentang moralitas tanpa kendali agama. Bahkan justru kehilangan moral dan inilah yang menjadi akar dari segala permasalahan mengapa krisis multi dimensional di negara republik yang tercinta ini terjadi.
Oleh karena itu, penyembelihan qurban hari ini setelah menunaikan Solat ‘Id, sepantasnya membuat kesadaran baru ke dalam diri individu setiap manusia. Kesadaran baru itu ialah memahami akan hakikat keberadaan manusia dalam kosmos alam Allah, pada tata atur yang sedemikian sempurna yang hukum-hukum adilnya menjelmakan sangsi-sangsi setimbang dalam kekuasaan arasy yang tak tersepuh kepalsuan.
Manusia yang berkesadaran baru ialah hamba Allah yang berintrospektif, yang kerap bertanya soal hakikat keberadaan dirinya yang membangun diri dan lingkungannya kepada lima kualitas: kualitas iman yang tinggi, kualitas taqwa yang kokoh, kualitas intelektual yang hebat, kualitas karsa yang nyata, dan kualitas karya yang maju.
Namun sayangnya, pada kenyataannya makna dari kerelaan berqurban masih kurang mendapat perhatian dan penghayatan yang memadai, karena masih banyak di antara yang berperan di bundaran dunia fana’ ini, cuma menanti pengorbanan orang lain, bahkan andai kebetulan ia menjadi orang atasan, berpangkat dan berkedudukan, maka diperasnya bawahannya agar sudi berkorban baginya demi kenikmatan egonya, demi prestise kejayaannya dan lain-lain.
Dan sebaliknya, andai manusia semacam itu menjadi bawahan, maka dibekamnya fitrah citra luhurnya demi kondite sementara yang disangkanya akan membahagiakan hidup di dunia dan di akhirat.Memang dalam kehidupan ini manusia dicoba dengan bermacam-macam ujian Ismail-Ismail yang sewaktu-waktu meminta pengorbanan.
Ada kalanya pengorbanan tenaga, harta, pengorbanan perasaan, dan kesenangan bahkan suatu ketika meningkat pada pengorbanan jiwa. Berkorban jauh lebih baik dan mulia dari pada menjadi korban.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Penyembelihan qurban merupakan suatu tindakan penundukan dan penguasaan kecenderungan-kecenderungan hewani dalam diri manusia itu sendiri yang dalam bahasa agama disebut al-nfasu al-ammârah dan al-nafsual-lawwamah, yakni keinginan-keinginan rendah yang selalu mendorong atau menarik manusia ke arah kekejian dan kejahatan.
Qurban disyariatkan guna mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengobanan. Akan tetapi yang dikorbankan bukan manusia, bukan pula kemanusiaan. Namun yang dikorbankan adalah binatang, yang sempurna lagi tidak cacat, sebagai indikasi agar sifat-sifat kebinatangan yang sering bercokol pada diri kita harus dienyahkan serta dibuang jauh-jauh.
Misalnya: sifat mau menang sendiri walau dengan menginjak-injak hak orang lain, sikap tamak dan rakus walau kenyang dari kelaparan orang lain, bahagia dan senang walau menari-menari di atas penderitaan orang lain, mabuk kuasa dengan ambisi yang tidak terkendali, sombong, serta angkuh, iri hati dan dengki, tidak rela disaingi, tidak mau dikritik, tidak mampu mendengar nasihat dan lain sebagainya.Hikmat inilah yang diajarkan dalam berqurban, seperti dalam firman Allah swt. QS. Al-Hajj (22): 37
لا ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم، كذلك سخّرها لكم لتكبّر الله على ما هدكم وبشر الـمحسنين
“Daging-daging dan darah binatang qurban itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi apa yang akan sampai kepadaNya hanyalah ketaqwaan. Demikianlah dia memperuntukkan binatang ternak itu bagiMu semoga kamu mengagungkan Allah. Allah berkenan dengan petunjukNya kepadamu, lalu berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang membuat kebajikan.”
Hadirin dan hadirat yang berbahagia,
Di samping itu, lewat ajaran perintah berqurban, islam mengajarkan, mendidik, serta menyadarkan umat ini bagaimana membangkitkan kepekaan dan kepedulian sosial kita kepada sesama saudara kita yang lain, yaitu membantu terbinanya pengentalan persaudaraan yang hakiki, cinta kasih dan tanggung jawab antara sesama ummat, serta terwujudnya pemerataan pendistribusian protein hewani untuk meningkatkan gizi masyarakat dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan pengabdian-nya kepada Allah dan sesamanya.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Sebagai penutup dari uraian khutbah ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Manusia tidak dibenarkan menqorbankan manusia lainnya untuk sesuatu kepentingan, sekalipun adalah kepentingan Tuhan.
2. Seseorang dituntut berkorban, baik harta, jabatan dan kedudukan, bahkan jiwa sekalipun, tetapi jangan sekali-kali membawa efek yang merugikan orang lain. Prinsipnya, lebih baik berkorban dari pada mengorbankan atau jadi korban orang lain.
3. Nilai pengorbanan tidak dilihat dari kuantitas, tetapi dari niat dan kualitas ketulusan dan keikhlasan.
4. Makna lain dari berqurban adalah upaya mereformasi diri sendiri dengan jalan menyembelih serta membunuh watak dan tabiat hewaniyah yang kita miliki, seperti: mau menang sendiri, tamak dan rakus serta bakhil, gila kekuasaan, ambisi yang tidak terekendali, sombong dan arogansi, iri hati dan dengki, tidak mau mendengar kritikan dan nasehat, dan lain-lain sebagainya dari segala sifat yang tidak terpuji.
5. Ibadah qurban mengandung aspek ilahiah, di samping aspek insaniah. Dalam aspek insaniah (sosial) adalah menumbuhkan kekentalan persaudaraan (silaturrahim) dan meningkatkan protein dalam rangka mendorong semangat pengabdian kepada Allah dan sesama manusia lainnya.
Barakallahu li walakum fil Qur’anil karim

Khutbah II
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
Ya Allah, ya Tuhan kami, pada hari ini kami berkumpul merayakan hari yang Engkau agungkan, hari yang sangat bersejarah dalam kehidupan umat manusia, khususnya manusia yang mengakui keberadaan dan kemahabesaran-Mu. Jadikan kami kumpulan orang-orang yang diberi rahmat dan ampunan dan jadikan pula perpisahan kami sebagai kebaikan dan kelapangan
Oleh karena itu ya Allah, kami bermohon kepadamu, kiranya senantiasa berkenan melimpahkan rahmat dan kasih sayang kepada kami sehingga kami mampu menjalankan semua yang engkau perintahkan dan meninggalkan semua larangan-Mu.
Ya Allah, ya Tuhan kami, Tuhan yang senantiasa mendengarkan semua pengaduan hambanya, anugrahilah kami rezeki yang mulia serta hati yang ikhlas untuk senantiasa rela berkorban demi memenuhi panggilan-Mu.
Ya Allah, ya gaffâr ya Rahman, ya Rahim, kami sadar kami bukanlah manusia sempurna, penuh noda dan dosa, banyak berbuat salah dan hina.  ampunilah dosa dan kesalahan kami, ampunilah segala dosa dan kesalahan ayah dan ibu kami, baik yang masih hidup ataupun sudah wafat,  sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi dan mendidik kami sewaktu kecil. Terimalah amal ibadah mereka, jika berhaji jadikan kedua orang tua kami haji yang mabrur bersama saudara, sahabat dan seluruh kaum muslimin. Demikian pula yang mereka yang berqurban, terimalah persembahan mereka yang telah kuat berqurban untuk meraih taqwa di sisi-Mu.


Ya Allah, anugerahkan pula kepada kami hati yang pandai bersyukur, sehingga kami dapat mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami. Kami bermohon pula, kiranya Engkau memberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan-cobaan dunia seperti berbagai krisis yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang ini yang sedang sulit khususnya krisis moral dan beragama, dan hanya bantuan-Mulah yang senantiasa kami harapkan untuk mengatasi. Dekatkan kami pada dinul Islam, teguhkan kami dalam keimanan, bimbing kami dalam kebenaran dan matikan kami dalam husnul khatimah. Dan lindungi kami dari su’ul khatimah.
Ya Allah ya Tuhan kami, limpahkanlah rezeki yang Engkau berkati dan jadikanlah rezeki itu sebagai alat untuk menambah tanda syukur kami kepada-Mu dan memperkuat keyakinan dan beribadah kepada-Mu serta menjadi jalan memperkokoh silaturahmi di antara kami, dan bukan menjadi bala’ atau sumber bencana atas kami.
Ya Allah, ya Mujibassailin, perkenankanlah semua permintaan kami.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
=========================================================================

Jumat, 18 Agustus 2017

MAJELIS ILMU IMPLEMENTASI DARI WAJIBNYA MENUNTUT ILMU

Mungkin sebagian di antara kita menganggap, bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja.  Bagi yang melakukannya diberi pahala. Sedangkan bagi  yang meninggalkannya tidak berdosa. Padahal, terdapat beberapa kondisi, hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain), sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan, bahwa menuntut ilmu itu bukan bagi sebagian orang muslim saja melainkan hukumnya wajib atas setiap muslim. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.
Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)


Sebaiknya jangan sampai kita menjadi orang yang sangat pandai tentang seluk-beluk ilmu dunia dengan segala permasalahannya. Namun, lalai terhadap ilmu agama.                                    Hendaknya kita merenungkan firman Allah Ta’ala,




يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

 
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat”. (QS. Ar-Ruum [30]: 7)

Berkaitan dengan hal itu, Takmir Masjid Darussyakirin, Komplek Griya Husada, Desa Sungai Raya Dalam, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya  mengadakan Majelis Ilmu. Kegiatan ini secara rutin diadakan setiap hari Ahad ba'da maghrib dilanjutkan dengan shalat isya berjamaah yang menampilkan pembicara Ustadz M. Didik Nur Haris, Lc. M.A.                                                            

Majelis Ilmu membahas seputar ilmu fiqih yang dimulai dari bersuci dan wudhu dilanjutkan dengan fiqih lainnya seperti shalat dan puasa.


Majelis Ilmu dibagi dalam dua sesi yaitu pemaparan dan tanya jawab. Pemaparan yang disampaikan Ustadz M. Didik Nur Haris, Lc. M.A cukup komprehensif karena disertai dengan dalil baik dari Al-Qur'an, as-sunnah maupun ijma' para ulama. 

Ibadah dengan berlandaskan pada dalil sangat penting artinya sesuai dengan sabda Rasulullah shallalalhu 'alaihi wasallam :
 
عليكم بسنتي وسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِييْنَ مِنْ بَعْدِي ، تَمَسَّكُوا بها، وعَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذِ ،وإيَّاكُم ومُحْدَثَاتِ الأمورِ؛ فإِنَّ كلَّ بدعةٍ ضلالةٌ

“Wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”).


Seorang hamba yang enggan untuk taat kepada sabda Rasul-Nya juga terancam untuk ditimpa fitnah (keburukan) dan adzab yang pedih. Allah Ta’ala berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur: 63).


Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”       [HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma]

Walaupun manusia dengan akalnya dapat memahami mengenai kewajiban beribadah kepada Rabb-nya, dia tidak mungkin mengetahui cara beribadah kepada Allah secara benar hanya dengan melandaskan pada akal dan perasaannya. Karena itu, Allah mengutus rasul-rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk memberikan petunjukNya.
Allah berfirman :


فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

… Maka jika datang kepada kamu (manusia) petunjuk dariKu, lalu barangsiapa mengikuti petunjukKu, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. [Thaha/20 : 123].

Adapun sebelum diutus rasul dan tanpa petunjuk Rasul, maka manusia itu di dalam keadaan jahiliyah. Allah Azza wa Jalla berfirman:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (as Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [al Jumu’ah/62 : 2].
 

Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Ibadah itu tidak bisa dikatakan benar, kecuali dengan adanya dua syarat:

a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. 

Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Antusias jamaah yang juga terdiri dari Remaja Masjid ini cukup tinggi antara lain terlihat dari pertanyaan  yang disampaikan. Sejumlah Remaja Masjid terutama yang bersekolah di madrasah memanfaatkan Majelis Ilmu ini untuk menambah pengetahuan mereka di bidang ilmu syar'i. Dari Majelis Ilmu ini antara lain tampak, bahwa Islam itu mudah dan indah. Apa yang dialami Rasulullah dan para sahabat beliau saat beribadah di jamannya dialami pula oleh umatnya saat ini. Selain itu juga tampak, bahwa hal-hal yang kadang kita anggap sepele misalnya adab buang air kecil, buang air besar, dsb ada tuntunannya dari Rasulullah. 


Diharapkan kegiatan ini terus berlanjut sebagai salah satu bentuk tanggung jawab Takmir Masjid Darussyakirin berupa dakwah kepada jamaah dan seluruh umat Islam di Komplek Griya Husada.



Lewat Majelis Ilmu kala Al-Qur’an disenandungkan, kala hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disuarakan  ada kenikmatan yang berbeda.

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2699).
 
Mari kita meraihnya dalam majelis ilmu syar’i, bukan pada majelis yang penuh dengan kesia-siaan.
Wabillahit taufiq was sadaad.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


Sumber: https://muslim.or.id/18810-setiap-muslim-wajib-mempelajari-agama.html