Mungkin sebagian di antara kita
menganggap, bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja. Bagi yang melakukannya diberi pahala. Sedangkan bagi
yang meninggalkannya tidak berdosa. Padahal, terdapat beberapa kondisi, hukum menuntut
ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain), sehingga
berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
طَلَبُ الْعِلْمِ
فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam hadits ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan, bahwa
menuntut ilmu itu bukan bagi sebagian
orang muslim saja melainkan hukumnya wajib atas setiap muslim. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting
untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau
As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata
“ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.
Sebagai contoh,
berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي
عِلْمًا
“Dan katakanlah,‘Wahai
Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)
Sebaiknya jangan sampai kita menjadi orang yang sangat pandai tentang
seluk-beluk ilmu dunia dengan segala permasalahannya. Namun, lalai terhadap ilmu
agama. Hendaknya kita
merenungkan firman Allah Ta’ala,
يَعْلَمُونَ
ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui
yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang
(kehidupan) akhirat”. (QS. Ar-Ruum [30]: 7)
Berkaitan dengan hal itu, Takmir Masjid Darussyakirin, Komplek Griya Husada, Desa Sungai Raya Dalam, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya mengadakan Majelis Ilmu. Kegiatan ini secara rutin diadakan setiap hari Ahad ba'da maghrib dilanjutkan dengan shalat isya berjamaah yang menampilkan pembicara Ustadz M. Didik Nur Haris, Lc. M.A.
Majelis Ilmu membahas seputar ilmu fiqih yang dimulai dari bersuci dan wudhu dilanjutkan dengan fiqih lainnya seperti shalat dan puasa.
Majelis Ilmu membahas seputar ilmu fiqih yang dimulai dari bersuci dan wudhu dilanjutkan dengan fiqih lainnya seperti shalat dan puasa.
Majelis Ilmu dibagi dalam dua sesi yaitu pemaparan dan tanya jawab. Pemaparan yang disampaikan Ustadz M. Didik Nur Haris, Lc. M.A cukup komprehensif karena disertai dengan dalil baik dari Al-Qur'an, as-sunnah maupun ijma' para ulama.
Ibadah dengan berlandaskan pada dalil sangat penting artinya sesuai dengan sabda Rasulullah shallalalhu 'alaihi wasallam :
عليكم بسنتي وسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِييْنَ مِنْ بَعْدِي ، تَمَسَّكُوا بها، وعَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذِ ،وإيَّاكُم ومُحْدَثَاتِ الأمورِ؛ فإِنَّ كلَّ بدعةٍ ضلالةٌ
“Wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”).
Seorang hamba yang enggan untuk taat kepada sabda Rasul-Nya juga terancam untuk ditimpa fitnah (keburukan) dan adzab yang pedih. Allah Ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur: 63).
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma]
Walaupun manusia dengan akalnya dapat memahami mengenai kewajiban beribadah kepada Rabb-nya, dia tidak mungkin mengetahui cara beribadah kepada Allah secara benar hanya dengan melandaskan pada akal dan perasaannya. Karena itu, Allah mengutus rasul-rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk memberikan petunjukNya.
Allah berfirman :
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
… Maka jika datang kepada kamu (manusia) petunjuk dariKu, lalu barangsiapa mengikuti petunjukKu, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. [Thaha/20 : 123].
Adapun sebelum diutus rasul dan tanpa petunjuk Rasul, maka manusia itu di dalam keadaan jahiliyah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (as Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [al Jumu’ah/62 : 2].
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Ibadah itu tidak bisa dikatakan benar, kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Antusias jamaah yang juga terdiri dari Remaja Masjid ini cukup tinggi antara lain terlihat dari pertanyaan yang disampaikan. Sejumlah Remaja Masjid terutama yang bersekolah di madrasah memanfaatkan Majelis Ilmu ini untuk menambah pengetahuan mereka di bidang ilmu syar'i. Dari Majelis Ilmu ini antara lain tampak, bahwa Islam itu mudah dan indah. Apa yang dialami Rasulullah dan para sahabat beliau saat beribadah di jamannya dialami pula oleh umatnya saat ini. Selain itu juga tampak, bahwa hal-hal yang kadang kita anggap sepele misalnya adab buang air kecil, buang air besar, dsb ada tuntunannya dari Rasulullah.
Diharapkan kegiatan ini terus berlanjut sebagai salah satu bentuk tanggung jawab Takmir Masjid Darussyakirin berupa dakwah kepada jamaah dan seluruh umat Islam di Komplek Griya Husada.
Ibadah dengan berlandaskan pada dalil sangat penting artinya sesuai dengan sabda Rasulullah shallalalhu 'alaihi wasallam :
عليكم بسنتي وسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِييْنَ مِنْ بَعْدِي ، تَمَسَّكُوا بها، وعَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذِ ،وإيَّاكُم ومُحْدَثَاتِ الأمورِ؛ فإِنَّ كلَّ بدعةٍ ضلالةٌ
“Wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”).
Seorang hamba yang enggan untuk taat kepada sabda Rasul-Nya juga terancam untuk ditimpa fitnah (keburukan) dan adzab yang pedih. Allah Ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur: 63).
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma]
Walaupun manusia dengan akalnya dapat memahami mengenai kewajiban beribadah kepada Rabb-nya, dia tidak mungkin mengetahui cara beribadah kepada Allah secara benar hanya dengan melandaskan pada akal dan perasaannya. Karena itu, Allah mengutus rasul-rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk memberikan petunjukNya.
Allah berfirman :
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
… Maka jika datang kepada kamu (manusia) petunjuk dariKu, lalu barangsiapa mengikuti petunjukKu, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. [Thaha/20 : 123].
Adapun sebelum diutus rasul dan tanpa petunjuk Rasul, maka manusia itu di dalam keadaan jahiliyah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (as Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [al Jumu’ah/62 : 2].
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Ibadah itu tidak bisa dikatakan benar, kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Antusias jamaah yang juga terdiri dari Remaja Masjid ini cukup tinggi antara lain terlihat dari pertanyaan yang disampaikan. Sejumlah Remaja Masjid terutama yang bersekolah di madrasah memanfaatkan Majelis Ilmu ini untuk menambah pengetahuan mereka di bidang ilmu syar'i. Dari Majelis Ilmu ini antara lain tampak, bahwa Islam itu mudah dan indah. Apa yang dialami Rasulullah dan para sahabat beliau saat beribadah di jamannya dialami pula oleh umatnya saat ini. Selain itu juga tampak, bahwa hal-hal yang kadang kita anggap sepele misalnya adab buang air kecil, buang air besar, dsb ada tuntunannya dari Rasulullah.
Diharapkan kegiatan ini terus berlanjut sebagai salah satu bentuk tanggung jawab Takmir Masjid Darussyakirin berupa dakwah kepada jamaah dan seluruh umat Islam di Komplek Griya Husada.
Lewat Majelis Ilmu kala Al-Qur’an disenandungkan, kala hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam disuarakan ada kenikmatan yang berbeda.
Dalam hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum
berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan
satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan
dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut
mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2699).
Mari kita meraihnya dalam majelis ilmu syar’i, bukan pada majelis yang penuh dengan kesia-siaan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah
saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi
siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di
mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Sumber: https://muslim.or.id/18810-setiap-muslim-wajib-mempelajari-agama.html
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Sumber: https://muslim.or.id/18810-setiap-muslim-wajib-mempelajari-agama.html